Tulisan Pendahuluan Buku PLD 2004 – Reflection

Assalaamu’alaykum Wr Wb.

Saat-saat seperti ini adalah waktu yang sangat tepat bagi kita mengevaluasi diri sendiri dengan membuka kembali lembaran masa lalu. Tidak untuk terjebak di dalamnya, melainkan bentuk perenungan tentang apa yang telah kita perbuat hingga bisa sampai di sini. Bahwasanya sebuah bangunan besar adalah terdiri dari butir-butir pasir, bahwasanya samudera adalah tetesan air yang menyatu, dan bahwasanya kesuksesan besar adalah kumpulan kesuksesan-kesuksesan kecil. Sadarlah, bahwa raihan kita saat ini tidak terlepas dari raihan kita di masa lalu.

Lalu, yang diharapkan dari pengantar sekilas ini adalah bagaimana kita bisa memanfaatkannya sebagai stasiun istirahat tempat mengumpulkan kembali energi dan semangat. Energi dan semangat yang dalam kurun waktu enam tahun ini terbukti begitu setia bersama kita. Mereka menemani kita mendaki jalan terjal keputusasaan dan melewati rintangan kerumitan ilmu, yang tanpa segan mendatangi. Fakta luar biasa ini seharusnya menjadikan kita tetap percaya sejadi-jadinya pada diri sendiri, pada energi dan semangat yang kita miliki. Bahwa kita pernah berhasil menaklukkan berbagai tantangan yang berat.

Tentunya bukan hanya prestasi yang pernah kita raih. Bukan hanya canda tawa yang pernah menjadi pendamping hari-hari kita. Dan juga bukan hanya air mata bahagia yang pernah jatuh di sudut mata ini. Kita tidak perlu menafikan itu, kenyataan itu sudah tertoreh di belakang kita. Tapi satu hal yang jelas, dibalik itu semua selalu ada hikmah tersembunyi menunggu untuk diungkap oleh jiwa-jiwa optimis, dievaluasi pemikir-pemikir cerdas, dan diperbaiki oleh para pekerja keras. Maka salah kah jika kita berharap bahwa kita termasuk di dalamnya? Ingatlah, pengalaman bukan guru yang terbaik, kecuali dia dievaluasi.

Semoga tulisan ini bisa kembali mengingatkan  atas apa yang pernah kita lalui bersama. Mudah-mudahan masih ingat bagaimana kita, pada akhirnya, menembus batasan suku, daerah asal, dan sekat-sekat lain yang tercipta di antara kita. Lebih dari dua ratus mahasiswa, juga mahasiswi, “dipaksa” untuk mengenal satu sama lain. Tidak mungkin bisa dilakukan jika kita tidak pernah menyadari betapa pentingnya proses ini. Bahwa inilah pondasi paling utama yang harus dibangun, demi menyokong perjuangan-perjuangan selanjutnya. Sulit, tapi kita berhasil melakukannya.

Begitu juga dengan masa bimbingan. Rasa terima kasih dan penghargaan sangatlah layak jika kita tujukan kepada mereka, kakak-kakak kelas pembimbing kita. Khususnya pada mereka yang telah meluangkan sebagian waktu dan energinya untuk menemani kita di awal perjalanan ini. Selalu ada manfaat di balik tugas-tugas dan kegiatan yang mereka rancang untuk kita, tersirat mau pun tersurat. Tidak bisa dipungkiri, bahwa kesuksesan melewati masa bimbingan juga ikut ambil bagian dari apa yang terlihat pada diri kita sekarang.

Ada kalanya kita bingung kawan. Ada kalanya kita ragu. Ketika beban akademis ternyata berada di luar jalur ekspektasi kita. Ditambah lagi dengan dunia organisasi mahasiswa yang janjinya sungguh menarik hati. Keduanya punya manfaat. Namun terlihat sukar dijalani beriringan. Waktu yang kita miliki seakan tidak cukup untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Ah, tapi ternyata kita bisa melaluinya bersama-sama. Kita berhasil menyeimbangkan semangat belajar dan semangat berorganisasi. Dan akhirnya, manfaat keduanya pun kita dapat.

Mau tidak mau, waktu yang tak pernah berhenti mengantar kita menjejaki dunia klinik. Terlihat lebih nyata daripada tiga tahun pertama di kampus ini. Begitulah, setengah mimpi telah kita lalui. Sisanya menunggu untuk dihadapi dengan sepenuh hati. Kata mereka, sungguh berat tantangan ini, tapi untunglah, kita tidak pernah lari. Karena kita tidak pernah, dan tidak akan pernah berjuang sendiri. Bukan hanya aku, atau kamu seorang saja. Tapi kita semua bersama selalu di sisi.

Di sini, beragam ujian tanpa basa-basi menghampiri. Berbagai tugas diberikan, yang bagaiamana pun dilihat, tampak tak manusiawi. Tapi semangat kita tidak pernah mati. Mulai dari bagaimana kita untuk pertama kalinya bertemu pasien. Belajar dialog penuh perhatian pada orang yang bahkan belum pernah kita kenal. Memberikan tatapan arti peduli, untuk mereka yang butuh. Dan mencoba memberikan terapi, sambil memperagakan empati, tapi tanpa simpati. Semuanya kita hadapi dengan serius. Menjalani dengan berani karena kita selalu yakin akan ada kemudahan setelah kesulitan. Bahwa Sang Pencipta, selain menguji dengan masalah, juga mengirimkan kunci penyelesaian untuk hambaNya.

Layaknya semua perjalanan panjang, si penempuh senantiasa merasakan bahwa waktu berputar begitu cepat ketika sampai tujuan. Kita pun demikian saat ini. Enam tahun tidak terasa telah kita lewati. Emosi dan perasaan dengan berbagai rupanya berkecamuk di dalam dada. Antara tawa lepas karena berhasil sepenuhnya menggapai salah satu mimpi, dan haru biru karena mungkin inilah saatnya berpisah. Entahlah, rasa apa pun yang mendominasi, sepatutnya kita tidak pernah boleh lupa untuk bersyukur. Ingatlah, keberhasilan kita bukan semata-mata karena jerih payah pribadi. Bukan hanya akibat kreasi manusia di sekitar kita. Tapi, selalu ada “tangan-tangan”-Nya di setiap segi kehidupan kita. Selalu ada sentuhan-Nya di setiap usaha kita.

Harus dipahami bahwa bersyukur bukan lah hal yang selesai dilaksanakan hanya dengan mengucapnya. Dia harus diresapi dalam hati, dan teraplikasi pada amal nyata. Begitu juga pada kondisi kita sekarang. Karena Sang Penentu telah menetapkan, maka ini adalah amanah dari-Nya. Artinya, Dia mempercayakan amanah ini untuk dikelola oleh hamba-Nya. Dia percaya pada kita, Kawan, sejak kita memilih dokter sebagai sarana beribadah kepada-Nya. Maka sebaiknya kita kembali mengingat, alasan besar apa yang menggiring kita mengambil jalan ini. Dan apa pun alasannya, izinkan tulisan ini ikut andil dalam mengingatkan. Bahwa manusia yang terbaik di hadapan-Nya adalah manusia yang paling bisa memberi manfaat untuk sekitarnya.

Lulus, bukan berarti berhenti berkarya. 

Sekian. Dua ribu empat, JAYA!!!

Wassalaamu’alaykum Wr Wb.

Halmahera Selatan, Desember 2010

~ oleh ihsaninho pada Desember 25, 2011.

3 Tanggapan to “Tulisan Pendahuluan Buku PLD 2004 – Reflection”

  1. i like this….

  2. weits ada muka gue weits

Tinggalkan komentar